pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) remaja jakarta tentang sex aman dan faktor yang berhubungan

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

            Masa remaja merupakan masa transisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,  pada masa ini terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat,baik fisik,mental, maupun psikososial.1 Badan kesehatan dunia WHO membedakan dua kelompok usia kaum muda yaitu 10-19 tahun, sebagai adolsence, dan 15-24 tahun sebagai youth. Dalam praktek, kedua kelompok usia tersebut digolongkan menjadi satu yaitu young people atau kaum muda berusia 10-24 tahun.2 Dalam kehidupan sehari-hari perilaku remaja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (pengetahuan, sikap, kepribadian) maupun faktor eksternal remaja (lingkungan dimana ia berada), khususnya di era globalisasi dimana lingkungan sosial sangat dinamis dan terbuka.3

Pada penelitian Desember tahun 2001 oleh M.Eisenberg di dapatkan hasil 71% mahasiswa memiliki pengalaman berhubungan seks, 95% mahasiswa memiliki pengalaman berhubungan seks dengan lain jenis, 3% dengan keduanya, dan 2% dengan sesama jenis. Pada saat hubungan seks 43% mahasiswa mengaku selalu menggunakan kondom, dan 24% tidak pernah memakai kondom. 81% dari laki-laki dan 87% perempuan yang mengaku selalu menggunakan kondom berusia kurang dari 23 tahun.4

Penelitian yang dilakukan tahun 2003, sekitar 33 % – 66 % dari kelahiran dikalangan remaja tidak direncanakan diberbagai Negara berkembang. Aborsi yang dilakukan remaja diperkirakan antara 1-4,4 juta per tahun, kebanyakan dilakukan secara tidak aman. Selain itu menurut perkiraan WHO, sekitar 340 juta kasus penyakit menular seksual terjadi setiap tahun, sepertiganya terjadi pada remaja berusia dibawah 25 tahun.2

Survey yang dilakukan oleh Synovate tahun 2005  pada remaja dari 4 kota di   Bandung, Jakarta, Medan, dan Surabaya, menunjukan remaja melakukan hubungan seks pertamakalinya di rumah. Jika 72 % remaja pria merasa senang setelah melakukan hubungan seks, 47% remajawanita merasa menyesal. Penelitian ini dilakukan terhadap 474 remaja berusia 15-24 tahun dengan persentasi 50 % aktif secara seksual dan 50 % lagi belum pernah melakukan hubungan seksual.5      Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Papua per akhir Juni 2007, jumlah penderita HIV/AIDS yang tertular bukan dari hubungan seks 153 kasus dari total 3.377 kasus. Di Papua, penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah melalui hubungan seks yang tidak aman. Salah satunya adalah akibat banyaknya hubungan seks berganti-ganti pasangan, yang dilakukan setelah pesta adat, atau satu orang melayani beberapa orang, atau berhubungan seks di usia muda. Juga karena rendahnya pemakaian kondom.6

             Remaja berhak terlibat dalam program keluarga berencana dan mendapat pelayanan kontrasepsi. Penelitian oleh Musafaah tahun 2007 pada remaja putri berumur 15-24 tahun yang belum menikah yang biasa berkumpul pada malam minggu, diparkir timur senayan Jakarta selatan, ditemukan bahwa remaja putri mengetahui alat kontrasepsi kondom sebanyak 82,7% dan paling banyak diketahui adalah pil KB 79,6%. Sedangkan pengetahuan mereka mengenai kegunaan kontrasepsi menunjukan bahwa sebagian besar responden mengetahui alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan 86,7%. Mereka juga banyak mengetahui alat kontrasepsi berguna untuk mencegah tertular penyakit kelamin yaitu 55,1%. Penelitian ini juga sesuai dengan data sekunder Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003 pada remaja wanita dan laki-laki belum menikah usia 15-24 tahun bahwa 91,6% mempunyai pengetahuan kontrasepsi yang tinggi. Menurut penelitian Kusmiran 2006 pengetahuan tentang KB / kontrasespsi yang tinggi cenderung untuk bersikap setuju mengenai hubungan seksual pra nikah.1

 

1.2 Permasalahan

            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,maka masalah yang akan diteliti adalah untuk melihat sampai seberapa jauh pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa/i tentang seks aman, dengan penekanan pada penggunaan kondom dan kebiasaan berganti-ganti pasangan ( multipartner seks )

 

 

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

            Mengetahui pengetahuan dan sikap mahasiswa/i tentang seks aman yang berhubungan dengan penggunaan kondom dan kebiasaan berganti-ganti pasangan.

 

1.3.2 Tujuan Khusus

Diketahuinya sebaran responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat tinggal,  sumber informasi.

 

Diketahuinya  sebaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa/i mengenai seks aman.

Diketahuinya hubungan antara umur, jenis kelamin, kegiatan non akademik, bekerja /tidak, tempat tinggal dan sumber informasi. dengan sikap mengenai perilaku seks aman.

 

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi penelitian

Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian

Meningkatkan keampuan komunikasi dengan masyarakat

Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian

Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama ini

Mendapatkan masukan mengenai tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang seks aman.

 

1.4.2 Manfaat bagi perguruan tinggi

Realisasi tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,penelitian,dan pengabdian bagi masyarakat

Mewujudkan Universitas Pembangunan Nasional sebagai research university dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antara mahasiswa dan staf pengajar

Data bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan seks aman di masyarakat

 

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

Meningkatkan pemahaman akan pentingnya pendidikan seks

Mengetahui tentang perilaku dan sikap seks aman    

Bahan masukan dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan,sikap dan perilaku masyarakat mengenai perilaku seks aman pada mahasiswa

Memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat mengenai perilaku seks aman

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

 

2.1 Kerangka teori

2.1.1 Remaja

Pengertian Remaja

            Masa remaja merupakan masa transisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, pada masa ini terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat,baik fisik,mental, maupun psikososial.1 Badan kesehatan dunia WHO membedakan dua kelompok usia kaum muda yaitu 10-19 tahun sebagai adolesence, dan 15-24 tahun sebagai youth. Dalam praktek, kedua kelompok usia tersebut digolongkan menjadi satu yaitu young people atau kaum muda berusia 10-24 tahun.2

 

Masa Remaja

            Masa remaja ditandai masa pubertas, yaitu waktu seorang anak perempuan mampu mengalami konsepsi yakni menarche / haid pertama, dan adanya mimpi basah pada anak laki-laki. Pubertas adalah waktu terjadinya perkembangan seks sekunder, berlangsung antara 2-3 tahun. Perubahan pubertas akan mendahului perkembangan seks sekunder yang pertama. Hormon-hormon steroid adrenal, estrogen, androgen, mempunyai peran penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pubertas.7

1. Perkembangan fisik

            Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik dan hubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktifitas kelenjar pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, dan membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam jangka waktu 2 tahun. Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal pada pria dibandingkan wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi sperma. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder: rambut wajah, tubuh, kelamin dan suara yang mendalam pada pria. Pada wanita, perubahan terjadi pada rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan penyesuaian fisiologis, beberapa studi menganjurkan bahwa individu yang menjadi dewasa di usia ini lebih baik dalam menyesuaikan diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi dewasa lebih lambat.8

2. Perkembangan intelektual

            Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah komplek berkembang secara bertahap. Psikolog Perancis Jean Piaget menentukan bahwa masa remaja adalah awal tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan dedukasi/edukasi. Piaget beranggapan bahwa tahap ini terjadi diantara semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman terkait mereka. Namun bukti riset tidak mendukung hipotesis ini. Bukti itu menunjukan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah komplek adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.8

3. Perkembangan seksual

            Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung jawab atas munculnya dorongan seks. Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Namun sejak tahun 1960 an, aktivitas seksual telah meningkat  di antara remaja studi akhir menunjukan bahwa hampir 50 persen remaja dibawah usia 15 sampai 75 persen dibawah usia 19 melaporkan telah melakukan hubungan seks. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada atau tahu tentang metode Keluarga Berencana atau gejala-gejala penyakit menular seksual (PMS). Akibatnya, angka kelahiran tidak sah dan timbulnya penyakit kelamin semakin meningkat.8

 

 

            4. Perkembangan emosional

            Psikolog Amerika G.Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Psikolog amerika kelahiran Jerman E.Erikson memandang perkembangan sebagai proses psikososial yang terjadi seumur hidup.8

            Tugas psikososial remaja adalah untuk tumbuh dari orang yang tergantung menjadi organ yang tidak tergantung, yang identitasnya memungkinkan orang tersebut berhubungan dengan lainnya dalam gaya dewasa kehadiran problem emosional bervariasi antara setiap remaja.8

c. Kesehatan Reproduksi Remaja

            Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.9

. Alat Reproduksi Remaja

Alat reproduksi wanita

Bagian luar terdiri dari : Labia mayora (bibir luar), labia minora (bibir dalam), klitoris, lubang kemaluan , rambut kemaluan

Bagian dalam terdiri dari vagina, cervix (mulut rahim), rahim (uterus), tuba fallopii (saluran telur, dua buah)

Alat reproduksi pria terdiri dari : zakar, penis atau glans, buah zakar atau testis, skrotum, epididimis, saluran sperma (vas deferens), vesiculus seminalis, kelenjar prostat, kandung kencing9

 

 

Menstruasi

            Menstruasi dimulai saat pubertas dan menandai kemampuan seorang wanita untuk mengandung anak, walaupun faktor-faktor kesehatan lain dapat membatasi kapasitas ini. Menstruasi pertama (menarche) biasa dimulai umur 10-16 tahun tergantung pada berbagai faktor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh. Menstruasi berlangsung kira-kira sekali sebulan sampai wanita berusia 45-50 tahun, tergantung kondisi kesehatan dan pengaruh-pengaruh lainnya. Akhir dari menstruasi disebut menopause, menandai akhir dari masa-masa kehamilan seorang wanita. Panjang rata-rata daur menstruasi adalah 2 hari, namun berkisar antara 21 hingga 40 hari. Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar dibawah otak depan, dan indung telur. Pada permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal. Lapisan ini berperan sebgai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh bila wanita hamil. Hormon memberi sinyal pada telur di dalam indung telur untuk mulai berkembang. Kalau sebuah telur dilepaskan dari indung telur wanita dan mulai bergerak menuju tuba falopii terus ke rahim. Bila telur tidak dibuahi sperma, maka akan terjadi peluruhan lapisan rahim, yang akan dilkeluarkan melalui vagina berupa darah. Proses ini biasanya berlangsung selama 3-7 hari. Bila seorang wanita hamil, proses menstruasinya akan terhenti, walaupun menghilangnya menstruasi bulanan tidak selalu menjadi tanda bahwa seorang wanita sedang hamil.9

            Menstruasi dapat menimbulkan gangguan-gangguan berupa puting susu nyeri, bengkak, mudah tersinggung, sakit perut (dismenorea), letih, gelisah, kram, yang biasa dikenal dengan istilah PMS atau premenstrual syndrome.9

            Masa subur atau saat pelepasan sel telur pada perempuan terjadi pada hari ke 14 sebelum masa menstruasi sebelumnya. Biasanya diambil perkiraan masa subur 3-5 hari sebelumdan sesudah hari ke 14 tersebut. 9

Mimpi Basah

            Remaja laki-laki memproduksi sperma setiap harinya. Sperma tidak harus selalu dikeluarkan. Ia akan diserap oleh tubuh dan dikeluarkan melalui cairan keringat, kotoran cair dan kotoran padat. Sperma bisa dikeluarkan melalui proses yang disebut ejakulasi, yaitu keluarnya sperma melalui penis. Ejakulasi bisa terjadi secara alami (tidak disadari oleh remaja laki-laki) melalui mimpi basah. 9

 

 

2.1.2  Seksualitas

Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta. Menurut Raharjo, yang dikutip oleh Nurhadmo (1999) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan perilaku yang berkaitan dengan seks.10

a. Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, petting (bercumbu berat) sampai berhubungan seks.8 Perilaku seksual dapat dikategorikan ke dalam perilaku seks yang aman dan tidak aman.

Perilaku seks aman

Suatu cara dalam melakukan aktivitas seks agar tidak tertular dari penyakit menular seksual, dan tidak hamil dengan menggunakan kondom dan tidak berganti-ganti pasangan.11 Sebagian mendefinisikan seks aman sebagai perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya penetrasi penis ke dalam vagina misalnya dengan bergandengan tangan, berpelukan, berciuman. Jika benar-benar ingin aman, tetaplah tidak aktif seksual tetapi jika sudah aktif, setia dengan satu pasangan saja, atau gunakan kondom dengan mutu yang baik dan benar agar dapat mengurangi risiko terkena PMS, HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan.8 Pembahasan dalam makalah ini dititik beratkan pada perilaku seks aman dikaitkan dengan alat kontrasepsi kondom dan kebiasaan berganti-ganti pasangan.

Perilaku seks yang tidak aman

Perilaku seks yang beresiko untuk hamil dan tertular PMS karena dilakukan tanpa menggunakan kondom. 12

 

b. Contoh Perilaku Seksual :

Masturbasi

Adalah menyentuh, menggosok dan meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa menyenangkan untuk mendapat kepuasan seksual (orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan alat.
Secara medis masturbasi tidak akan mengganggu kesehatan, tidak akan mengalami kerusakan pada otak atau bagian tubuh lainnya. Masturbasi juga tidak menimbulkan risiko fisik seperti mandul, impotensi, dan cacat asal dilakukan secara aman, steril, tidak menimbulkan luka dan infeksi. Risiko fisik biasanya berupa kelelahan. Pengaruh masturbasi biasanya bersifat psikologis seperti rasa bersalah, berdosa, dan rendah diri karena melakukan hal-hal yang tidak disetujui oleh agama dan nilai-nilai budaya sehingga jika sering dilakukan akan menyebabkan terganggunya konsentrasi pada remaja tertentu.8

Onani
            Onani mempunyai arti sama dengan masturbasi. Namun ada yang berpendapat bahwa onani hanya diperuntukkan bagi laki-laki, sedangkan istilah masturbasi dapat berlaku pada perempuan maupun laki-laki.8

3.         Petting
            Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa pakaian tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, jadi sebatas digesekkan saja ke alat kelamin perempuan.8

b. Hubungan Seksual

Hubungan seksual yaitu masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan mani yang di dalamnya terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan.8 

1. Seks Normal

            Hubungan seks normal ialah hubungan seks yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Tingkah laku pribadi yang normal ialah perilaku yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat dimana ia berada, sesuai pula dengan norma-norma sosial yang berlaku pada saat dan tempat itu, sehingga tercapai relasi personal dan interpersonal yang memuaskan. Baik pria maupun wanita harus menyadari, relasi seksual itu sebaiknya dilakukan dalam batas-batas norma etis/ susila, sesuai dengan norma-norma masyarakat dan agama , demi menjamin kebahagiaan pribadi dan ketentraman masyarakat.13

2. Seks Abnormal

Tingkah laku abnormal/menyimpang adalah tingkah laku yang tidak serasi/tepat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai norma sosial yang ada.Bentuk perilaku seks yang menyimpang dengan tindakan yang tidak bertanggung jawab, didorong oleh kompulsi-kompulsi (tekanan paksaan) dan didorong oleh impuls-impuls abnormal. Perilaku seks seperti ini juga dapat diketegorikan perilaku seks yang beresiko.13,14

Yang tergolong perilaku seks seperti ini yaitu :

Homoseksual dan biseksual

Homoseksual adalah suatu kondisi tertentu di mana seseorang dapat tertarik dengan sesama jenisnya. Hubungan antara laki-laki dan laki-laki dikenal dengan istilah gay, sedangkan jika wanita dengan wanita lainnya disebut lesbian. Mereka yang tertarik dengan sesama jenisnya dapat juga tertarik dengan lawan jenis serta dorongan seksual timbul terhadap keduanya atau disebut biseksual.15

Hubungan seksual anal

Yaitu hubungan seks yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin pria ke dubur pasangannya. Perilaku ini dapat mengakibatkan luka pada anus, sehingga berisiko tertular PMS dan HIV/AIDS.15

Hubungan seksual oral

Yaitu hubungan seks yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin ke mulut pasangannya. Perilaku ini berisiko tertular PMS.15

 

2.1.3. Dampak Perilaku Seksual Remaja

a. Kehamilan tidak diinginkan

            Kehamilan dan melahirkan untuk hamil dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, mental, dan kesiapan soaial/ekonomi. Secara umum, seorang perempuan dikatakan siap secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya yaitu sekitar    usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik. Kehamilan tidak diinginkan adalah suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon            orangtua bayi. Hal ini bisa terjadi pada pasangan yang belum menikah atau       sudah menikah. Kerugian kehamilan tidak diinginkan ini antara lain :2,9

Calon ibu merasa tidak ingin dan tidak siap untuk hamil, maka ia bisa tidak mengurus dengan baik kehamilannya.

Sulit mengaharapkan adanya perasaan kasih sayang yang tulus dan kuat dari ibu sehingga masa depan anak mungkin saja terlantar.

Mengakhiri kehamilannya atau aborsi

Pada penelitian yang diakukan tahun 2003, didapatkan sekitar 33 % – 66 % dari kelahiran dikalangan remaja tidak direncanakan diberbagai Negara berkembang. Aborsi yang dilakukan remaja diperkirakan antara 1-4,4 juta per tahun, kebanyakan dilakukan secara tidak aman.2 Aborsi seerti ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan perempuan, karena bisa menyebabkan perdarahan yang terus menerus serta infeksi pasca aborsi. Di samping itu juga berdampak pada kondisi psikologis,berupa perasaan sedih akibat kehilangan bayi, beban batin dan rasa bersalah yang dapat menimbulkan depresi.8

 

 

 

b. Penyakit menular seksual/HIV dan AIDS.

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual.8

Menurut perkiraan WHO,tahun 2003 sekitar 340 juta kasus penyakit menular seksual terjadi setiap tahun, sepertiganya terjadi pada remaja berusia dibawah 25 tahun. Artinya satu dari 20 remaja tertular salah satu penyakit menular seksual setiap tahun dan kecenderungannya semakin meningkat.2 Dan dari penelitian yang dilakukan sejak September 2004 ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Sipilis. Kalau tentang AIDS, mereka 82% tahu dari televisi, 20% dari internet dan hanya 10% yang tahu dari orang tuanya.14

Seseorang beresiko tinggi terkena PMS bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.  Bila tidak diobati dapat berakibat bagi kesehatan reproduksi, seperti kemandulan, kebutaan pada bayi, bahkan kematian.15

Jenis penyakit menular seksual yang banyak ditemukan di Indonesia adalah : Gonorea, Sifilis, Herpes genitalis, Trikomoniasis, Kandidosis vaginalis, Kondiloma akuminata, Vaginosis bakterialis,dan AIDS.9

AIDS adalah singkatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrome. Penyakit ini adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. Penyebabnya adalah virus HIV.  AIDS dapat ditularkan dengan cara :

Hubungan seks  ( vaginal, anal )  yang tidak terlindung dengan orang yang sudah terinfeksi HIV. Oral seks cenderung aman dari penularan HIV, tapi tetap beresiko tertular penyakit kelamin lain, seperti gonorea, herpes, sifilis.

Transfusi darah atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.

Ibu hamil penderita HIV kepada bayi yang di kandungnya.11

AIDS dapat dihindari dengan :

Tidak berhubungan sex sama sekali. Inilah cara yang paling aman khususnya bagi para remaja dan /atau yang belum menikah.

Selalu setia dengan pasangannya bagi yang sudah menikah.

Kondom, yaitu selalu memakai kondom di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.11

 

2.1.4 Upaya Penanggulangan Perilaku Seksual Remaja

a.  Mengenali persoalan secara holistik,

            Perilaku seksual remaja harus dilihat secara holistik yaitu dalam kaitan dengan berbagai aspek penting lain dalam kehidupan mereka. Perilaku seksual meliputi kompleksitas persoalan-persoalan mulai dari latar belakang,lingkungan,kebutuhan, pemenuhan kebutuhan, maupun harapan dan pemenuhan harapan-harapan tersebut seperti hidup berkecukupan dan suasana nyaman.3

b. Mengenali persoalan khas remaja

            Kekhasan tersebut bervariasi antar individu maupun kelompok remaja sendiri. Artinya tidak dapat disamaratakan. Oleh karena itu sebuah upaya pendekatan untuk melakukan pencegahan harus didahului sebuah pengenalan mengenai individu atau kekhasan kelompok tersebut.3 Dari penelitian yang dilakukan sejak September 2004 itu, mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden remaja ini mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya.13,14

c. Melibatkan remaja dalam proses kegiatan

            keterlibatan remaja sejak tahap perencanaan program kegiatan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi akan mendorong tumbuhnya rasa memiliki akan kegiatan yang dilakukan, juga memberikan bekal lain pada remaja untuk menghadapi persoalan.3

d. Memberikan kepercayaan dan bertanggung jawab pada remaja sendiri untuk menyelesaikan persoalannya.3

 

 

 

 

 

2.1.5. Kondom

Remaja berhak terlibat dalm program keluarga berencana dan mendapat pelayanan kontrasepsi.1

Kontrasepsi adalah metode untuk mencegah terjadinya kehamilan. Ada berbagai jenis kontrasepsi, yaitu pantang berkala, obat spermatisid/ pil vagina, kondom, alat kontrasepsi dalam rahim, kontrasepsi hormonal, sterilisasi.16

            Konsep penggunaan kondom telah lama dikenal. Sejak 100 tahun sebelum masehi, orang mesir telah mengguanakan kain linen untuk mencegah PMS. Di Eropa, penggunaan kain linen dikenakan pertama kali oleh Gabrielle Fallopius saat terjadi epidemi sifilis pada abab ke 16.16

            Dalam perkembangan selanjutnya diketahui bahwa penggunaan kain linen juga dapat mencegah kehamilan. Hal ini menjadi cikal bakal diciptakannya kondom.

            Istilah kondom mulai dikenal sejak tahun 1700 an pada masa pemerintahan Charles II. Untuk membatasi keturunannya, raja Charles menggunaka alat yang terbuat dari usus hewan. Oleh karena ditemukan oleh dokter Condom, alat tersebut dikenal sebagai kondom.16

            Penggunaan kondom semakin meluas sejak tahun 1840 dengan digunakannya karet sebagai bahan dasar. Kemudian diketahui kondom jenis ini cepat kadaluarsa dan kualitasnya meragukan. Oleh karena itu pada tahun 1957, dibuat kondom dengan bahan dasar karet lateks yang ditambahkan dengan pelicin.16

            Pada tahun 1960, dengan dikenalkannya pil kontrasepsi,spiral dan sterilisasi, angka penggunaan kondom mulai menurun. Penggunaan kondom meningkat kembali pada tahun 1980 dengan munculnya epidemi HIV/AIDS.17

            Pada dasarnya kondom digunakan untuk mencegah kehamilan, mencegah penyakit menular seksual.16,17

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.9.3.   Organisasi penelitian

                        Tim peneliti terdiri dari sembilan orang mahasiswa tingkat V FK UPN                    “Veteran” Jakarta yang terdiri dari :

                                    1. Restu P.Hadi.K  S.Ked      201.311.143

                                    2. Junaedi  S.Ked                    201.311.127

                                    3. Diantus  S.Ked                   200.311.121

                                    4. M.Gema Elham  S.Ked       098.311.107

                                    5. Puji Astuti  S.Ked               200.311.162

                                    6. Fariya Madaleka  S.Ked     201.311.158

                                    7. Nove Firman Syah  S.Ked  201.311.015

                                    8. Panca Eka  S.Ked               201.311.116

                                    9. Otniel A.Labobar  S.Ked    201.311.196

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN

 

4.1.Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama 2 hari yaitu Selasa dan Kamis,22 dan 24  April  2008 di fakultas”X”, universitas “X”, Jakarta.        

             Metode pengumpulan data  dalam penelitian ini adalah dengan cara cluster sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara menanyakan kesediaan responden untuk mengisi kuisioner yang telah diuji coba sebelumnya, kemudian diberikan penjelasan singkat mengenai penelitian dan cara pengisian kuesioner. Kuesioner akan diisi sendiri oleh responden. Responden yang mengalami kesulitan dalam menulis akan dibantu dalam pengisian oleh peneliti. Setiap responden harus mengerjakan sendiri sesuai dengan kemampuannya. Diperoleh 106 responden yang memenuhi kriteria.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4.2 Karakteristik responden

Tabel 2. Sebaran Responden menurut umur, jenis kelamin, status menikah, tempat tinggal, pekerjaan  orang tua, pendidikan orang tua, sumber informasi dan sumber informasi yang paling berkesan

Variabel

Frekuensi

%

Usia

18 tahun

19 tahun

20 tahun

21 tahun

22 tahun

23 tahun

 

7

24

28

28

11

8

 

6,6

22,6

26,4

26,4

10,4

7,5

 

Jenis kelamin

Pria

Wanita

 

 

51

55

 

48,1

51,9

Pendidikan orang tua

SD

SMP

SMA

Perguruan tinggi

 

 

0

13

51

42

 

0

12,3

48,1

39,6

Pekerjaan orang tua

Bekerja

Tidak bekerja

 

 

88

18

 

83,0

17,0

Sumber Informasi

Orangtua

Media massa

Guru

Petugas medis

Teman

 

Sumber Informasi paling berkesan

Media massa

Teman

Dokter

 

40

22

21

14

9

 

 

 

61

29

16

 

37,7 

20,8

19,8

13,2

8,5

 

 

 

57,5

27,4

15,1

 

            Kelompok usia terbesar responden adalah 20 dan 21 tahun masing-masing sebanyak 28 orang (26,4  %). Responden yang berusia dibawah 20 tahun yaitu usia 18 tahun  sebanyak 7 orang (6,6 %), dan 19 tahun sebanyak 24 orang (22,6%). Responden yang berusia diatas 20 tahun yaitu 21 tahun sebanya 28 orang (26,4%) , 22 tahun sebanyak 11 orang (10,4%) dan 23 tahun sebanyak 8 orang (7,5%).

            Kelompok responden berdasarkan jenis kelamin, terbanyak adalah wanita sebanyak 55 orang (51,9%), sedangkan pria sebanyak 51 orang (48,1%).

            Kelompok pedidikan terakhir orang tua  terbesar responden adalah SMU sebanyak 51 orang (48,1% ), Kelompok orangtua yang bekerja adalah 88 orang (83,0%)

            Semua responden belum menikah (100%)

            Sebanyak  86 ( 81,1%) responden tinggal dengan orang tua, dan sisanya yaitu   20 orang (18,9 %) tidak tinggal dengan orang tua (kos).

Sejumlah  40(37.,7%).orang responden mendapatkan informasi tentang seks dari orang tua.

 

Tabel 3. Distribusi tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa terhadap perilaku seks aman.

Variabel

Frekuensi

%

Pengetahuan

Baik

Sedang

Kurang

 

66

37

3

 

62,3

34,9

2,8

Sikap

Baik

Sedang

Kurang

 

5

38

63

 

4,7

35,8

59,4

Perilaku

Baik

Sedang

Kurang

 

8

64

34

 

7,5

60,4

32,1

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu. 66 orang (62,3 %) memiliki pengetahuan yang baik, sejumlah 5 orang responden (4,7%) memilki sikap sejumlah 8  orang responden (  7,5%) memilki perilaku  seks yang aman.

 

 

 

4.3. Hubungan antar  variabel        

Variabel bebas berupa usia, jenis kelamin, status perkawinan, tempat tinggal, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,  sumber informasi, sumber informasi yang paling berkesan, dicari hubungannya dengan variabel terikat yang berupa pengetahuan, sikap dan perilaku responden mengenai perilaku seksual yang aman. Dicari juga hubungn antara pengetahuan dengan sikap, pengetahuan dengan perilaku dan sikan dengan perilaku responden.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel4. Hubungan antara sosiodemografi reponden serta sumber informasi dan sumber informasi yang paling berkesan dengan pengetahuan responden mengenai perilaku seksual yang aman

Variabel

                                    Pengetahuan

Uji kemaknaan

Baik

Sedang

Kurang

Usia

18 tahun*

19 tahun*

20 tahun**

21 tahun**

22 tahun**

23 tahun**

 

4 (57.1%)

16 (66.7%)

16 (57.1%)

17 (60.7%)

7 (63.6%)

6 (75.0%)

 

3 (42.9%)

6 (25.0%)

11 (39.3%)

11 (39.3%)

4 (36.4%)

2 (25.0%)

 

0 (.0%)

2 (8.3%)

1 (3.6%)

0 (.0%)

0 (.0%)

0 (.0%)

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.223

Tdak bermakna

Jenis kelamin

Pria

Wanita

 

30 (58.8%)

36 (65.5%)

 

18 (35.3%)

19 (34.5%)

 

3 (5.9%)

0 (0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.341

Tidak bermakna

Pendidikan orang tua

SMP*

SMA**

Perguruan tinggi**

 

10 (76.9%)

27 (52.9%)

29 (69.0%)

 

3 (23.1%)

22 (43.1%)

12 (28.6%)

 

0 (.0%)

2 (3.9%)

1 (2.4%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.564

Tidak bermakna

Pekerjaan orang tua

Bekerja

Tidak bekerja

 

56 (63.6%)

10 (55.6%)

 

30 (34.1%)

7 (38.9%)

 

2 (2.3%)

1 (5.6%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.312

Tidak bermakna

Tempat tinggal

Dengan orang tua

Orang lain

 

56 (65.1%)

 

10 (50.0%)

 

28 (32.6%)

 

9 (45.0%)

 

2 (2.3%)

 

1 (5.0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.609

Tidak bermakna

Sumber Informasi

Petugas medis*

Guru*

Orang tua*

Media massa**

Teman*

 

Sumber Informasi paling berkesan

Media massa

Teman

 Dokter

 

9 (69.2%)

12 (57.1%)

27 (67.5%)

11 (50.0%)

7 (70.0%)

 

 

 

39 (63,9%)

15 (51%)

12 (75%)

 

4 (30.8%)

7 (33.3%)

13 (32.5%)

10 (45.5%)

3 (30.0%)

 

 

 

20 (32,8%)

13 (25%)

4 (44,8%)

 

0 (.0%)

2 (9.5%)

0 (.0%)

1 (4.5%)

0 (.0%)

 

 

 

2 (33%)

1(24%)

0 (0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.646

Tidak bermakna

 

           

 

 

 

Tabel 5. Hubungan antara sosiodemografi serta sumber informasi dan sumber informasi yang paling berkesan dengan sikap responden mengenai perilaku seksual yang aman

Variabel

                                    Sikap

Uji kemaknaan

Baik

Sedang

Kurang

Usia

18 tahun*

19 tahun*

20 tahun**

21 tahun**

22 tahun**

23 tahun**

 

1 (14.3%)

3 (12.5%)

0 (.0%)

1 (3.6%)

0 (.0%)

0 (.0%)

 

3 (42.9%)

9 (37.5%)

10 (35.7%)

10 (35.7%)

4 (36.4%)

2 (25.0%)

 

3 (42.9%)

12 (50.0%)

18 (64.3%)

17 (60.7%)

7 (63.6%)

6 (75.0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.716

Tidak bermakna

Jenis kelamin

Pria

Wanita

 

5 (9.8%)

0 (.0%)

 

15 (29.4%)

23 (41.58%)

 

31 (60.8%)

32 (58.2%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.504

Tidak bermakna

Pendidikan orang tua

SMP*

SMA**

Perguruan tinggi**

 

1 (7.7%)

2 (3.9%)

2 (4.8%)

 

5 (38.5%)

17 (33.3%)

16 (38.1%)

 

7 (53.8%)

32 (62.7%)

24 (57.1%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.215

Tidak bermakna

Pekerjaan orang tua

Bekerja

Tidak bekerja

 

4 (4.5%)

1 (5.6%)

 

32 (36.4%)

6 (33.3%)

 

52 (59.1%)

11 (61.1%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.78

Tidak bermakna

Tempat tinggal

Dengan orang tua

Tidak dengan orang tua (kos,dll)

 

4 (4.7%)

1 (5.0%)

 

30 (34.9%)

8 (40.0%)

 

52 (60.5%)

11 (55.0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.22

Tidak bermakna

Sumber Informasi

Petugas medis*

Guru*

Orang tua*

Media massa**

Teman*

 

0 (.0%)

0 (.0%)

1 (2.5%)

4 (18.2%)

0 (.0%)

 

7 (53.8%)

10 (47.6%)

13 (32.5%)

5 (22.7%)

3 (30.0%)

 

6 (46.2%)

11 (52.4%)

26 (65.0%)

13 (59.1%)

7 (70.0%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.709

Tidak bermakna

 

 

Tabel 6. Hubungan antara  sosiodemografi responden serta sumber informasi dan sumber informasi yang paling berkesan dengan perilaku responden mengenai perilaku seksual yang aman.

Variabel

                                    Perilaku

Uji kemaknaan

Baik

Sedang

Kurang

Usia

18 tahun*

19 tahun*

20 tahun**

21 tahun**

22 tahun**

23 tahun**

 

0 (.0%)

2 (8.3%)

3 (10.7%)

1 (3.6%)

1 (9.1%)

1 (12.5%)

 

5 (71.4%)

15 (62.5%)

13 (46.4%)

20 (71.4%)

7 (63.6%)

4 (50.0%)

 

2 (28.6%)

7 (29.2%)

12 (42.9%)

7 (25.0%)

3 (27.3%)

3 (37.5%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.244

Tidak bermakna

Jenis kelamin

Pria

Wanita

 

4 (7.8%)

4 (7.8%)

 

 

31 (60.8%)

33 (60.0%)

 

16 (31.4%)

18 (32.7%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.070

Tidak bermakna

Pendidikan orang tua

SMP*

SMA**

Perguruan tinggi**

 

1 (7.7%)

5 (9.8%)

2 (4.8%)

 

 

7 (58.8%)

28 (54.9%)

29 (69.0%)

 

5 (38.5%)

18 (35.3%)

11 (26.2%)

 

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.246

Tidak bermakna

Pekerjaan orang tua

Bekerja

Tidak bekerja

 

7 (8.0%)

1 (5.6%)

 

54 (61.4%)

10 (55.6%)

 

27 (30.7%)

7 (38.9%)

 

Chi-Squere Test

P=0.774

Tidak bermakna

Tempat tinggal

Dengan orang tua

Tidak dengan orang tua (kos,dll)

 

8 (9.3%)

0 (.0%)

 

52 (60.5%)

12 (60.0%)

 

26 (30.2%)

8 (40.0%)

 

Chi-Squere Test

P=0.310

Tidak bermakna

Sumber Informasi

Petugas medis*

Guru*

Orang tua*

Media massa**

Teman*

 

1 (7.7%)

2 (9.5%)

2 (5.0%)

2 (9.1%)

1 (10.0%)

 

7 (53.8%)

10 (47.6%)

32 (80.0%)

13 (59.1%)

2 (20.0%)

 

5 (38.5%)

9 (42.9%)

6 (15.0%)

7 (31.8%)

7 (70.0%)

 

Chi-Squere Test

P=0.953

Tidak bermakna

 

Tabel 7 . Hubungan antara pengetahuan dan sikap

Variabel

Sikap

Uji

Kemaknaan

Baik

Cukup

Kurang

Pengetahuan

Baik

 

1

 

26

 

39

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.423

Tidak bermakna

Cukup*

3

11

23

Kurang*

1

1

1

 

Tabel 8. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku

Variabel

Perilaku

Uji

Kemaknaan

Baik

Cukup

Kurang

Pengetahuan

Baik

 

6

 

42

 

18

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.635

Tidak bermakna

Cukup*

2

20

15

Kurang*

0

2

1

 

Tabel 9. Hubungan antara sikap dan perilaku

Variabel

perilaku

Uji

Kemaknaan

Baik

Cukup

Kurang

Sikap

Baik

 

0

 

3

 

2

Kolmogorov-Smirnov test

P=0.182

Tidak bermakna

Cukup*

3

27

8

Kurang*

5

34

24

 

BAB V

PEMBAHASAN

 

5.1. Kelebihan dan Kekurangan

            Penelitian tentang perilaku seksual pada remaja dan mahasiswa memang sudah banyak dilakukan, tapi dengan semakin mengkhawatirkannya perilaku seksual remaja kami merasa perlu melakukan penelitian ini untuki mengidentifikasikan pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiwa/i tentang perilaku seks aman dan faktor-faktor yang berhubungan. Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat,baik fisik,mental, maupun psikososial.1 Sehingga pada masa ini remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap berbagai hal terutama tentang masalah seksual.        

            Populasi target pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi di Fakultas”X” di salah satu universitas swasta di Jakarta tahun 2008. Mahasiswa dipilih sebagai responden karena usianya yang masih tergolong remaja menjelang dewasa, sehingga diharapkan dapat mewakili komunitas remaja.

            Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang telah diuji coba sebelumnya. Kuisioner telah diuji validitas. Pengumpulan data melalui kuisioner dilakukan langsung oleh peneliti kepada masing-masing responden. Peneliti datang ke fakultas “X” universitas “X” yang merupakan tempat pengambilan sampel  penelitian. Peneliti memulai dengan memberikan penjelasan singkat mengenai penelitian dan cara pengisian kuisioner. Kuisioner diisi sendiri oleh responden. Responden yang mengalami kesulitan akan dibantu dalam pengisian oleh peneliti. Setiap responden harus mengerjakan sendiri sesuai dengan kemampuannya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah cluster sampling. Data yang berhasil diperoleh adalah 106 responden yang memenuhi kriteria.

            Namun dalam penelitian ini kami memiliki beberapa kendala yang ditemukan di lapangan adalah perizinan awal kepada pihak fakultas yang bersangkutan. Kendala yang lain adalah sulit menjamin kejujuran dari responden dalam menjawab kuisioner.

 

 

 

5.2.  Hubungan antar variabel dengan pengetahuan, sikap dan perilaku

5.2.1. Usia responden

            Usia merupakan salah satu variabel yang diteliti terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku responden.  Pertambahan usia seseorang akan berhubungan dengan perkembangan kognitif, penalaran moral, perkembangan psiko seksual dan perkembangan sosial yang artinya semakin dewasa seseorang seharusnya pengetahuan  dan pengalamannya semakin bertambah. 18

            Berdasarkan uji statistik, tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia dengan pengetahuan mengenai perilaku seksual aman pada mahasiswa/i. Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki pengetahuan baik paling besar pada usia 23 tahun, yaitu 75%, dibandingkan dengan usia 18 dan 20 tahun yaitu 57,1%. Pada pengetahuan sedang, ditemukan pada usia 18 tahun yaitu sebanyak 42,9%. Pengetahuan kurang terbanyak ditemukan di usia 19 tahun sebanyak 8,3%. Namun hal ini tidak bermakna karena usia responden terbanyak adalah 20-21 tahun.

            Pada hubungan antara usia dengan sikap tidak ditemukan hubungan bermakna (p=0,238). Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki sikap baik paling besar pada usia 18 tahun (14,3%), dibandingkan dengan usia 23 tahun (0%). Sebaliknya proporsi responden yang memiliki sikap kurang paling besar pada usia 23 tahun (75%), paling kecil pada usia 18 tahun (42,9%).

            Pada hubungan antara usia dengan perilaku tidak ditemukan hubungan bermakna (p=0,238). Ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki perilaku baik paling besar pada usia 23 tahun (12,5%), dibandingkan dengan usia 20 tahun (10,7%). Sebaliknya proporsi responden yang memiliki perilaku kurang paling besar pada usia 20 tahun (42,9%), paling kecil pada usia 21 tahun (25%).

            Tidak ditemukannya hubungan yang bermakna antara usia responden dengan pengetahuan, sikap dan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ajran keluarga, norma yang berlaku di masyarakat dan perilaku dari setiap inidividu yang terlepas dari usia.18

 

Jenis kelamin

            Di masyarakat, jender menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh laki-laki dan perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual, kehamilan dan penyakit menular seksual (PMS). Konstruksi sosial mengenai atribut dan peran feminin ideal menekankan bahwa ketidaktahuan seksual, keperawanan, dan ketidaktahuan perempuan mengenai masalah seksual merupakan tanda kesucian. Pandangan jender ini merupakan bagian dari proses sosialisasi sejak kanak-kanak.18

            Pada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,341). Pada jenis kelamin perempuan didapatkan pengetahuan responden baik (65,5%), dibandingkan dengan responden laki-laki (58,8%). Namun hal ini tidak bermakna  karena memang pada penelitian ini proporsi responden perempuan lebih besar (51,9%), dibandingkan dengan reponden laki-laki (48,1%).

            Pada hubungan antara jenis kelamin dengan sikap tidak ditemukan hubungan bermakna (p=0,504). Pada jenis kelamin perempuan didapatkan sikap responden sedang sebanyak (41,58%),lebih banyak dibanding laki-laki (29,4%), sikap kurang  (58,2%) pada perempuan, lebih sedikit dari laki-laki (60,8%), sikap baik pada laki-laki (9,8%) lebih banyak dari perempuan (0%).

            Pada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku juga ditemukan hubungan yang tidak bermakna (p=0,07). Baik perempuan maupun laki-laki sebagian besar memilki perilaku yang sedang, pada perempuan sebanyak 60,8% dan laki-laki sebanyak 60%. Baik perempuan maupun laki-laki memiliki persentasi yang sama untuk perilaku baik (7,8%).

            Hasil penelitian diatas, diamana persentasi yang berimbang tentang pengetahuan, sikap dan perilaku tentang seks aman antara laki-laki dan perempuan dapat menggambarkan bahwa sebenarnya saat ini perempuan punya akses yang sama dengan laki-laki dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan tentang seks dan kesehatan reproduksi. Ini juga dapat tergambar dari hasil rekapitulasi jawaban pengetahuan tentang pubertas, misalnya umur berapa perempuan mulai mentruasi, 48,1% responden menjawab benar, 42,5% menjawab salah, dan 10,4% tidak tahu. Sedangkan dari pertanyaan usia berapa laki-laki mulai mimpi basah, 31,1 % menjawab benar, 45,3% salah dan 23,6% tidak tahu.

           

Pendidikan orang tua

            Berdasarkan hasil uji statistik, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan pengetahuan mengenai perilaku seks aman  (p=0,564). Pengetahuan baik lebih banyak dimiliki oleh responden yang pendidikan orangtuanya SMP (76,9%), diikuti oleh pendidikan perguruan tinggi (69%), dan SMA (52,9%). Ditemukan juga bahwa pengetahuan sedang lebih banyak dimilki responden dengan  pendidikan orang tua SMA (43,1%).  Hal ini  mungkin terjadi, karena pengetahuan sendiri memiliki definisi yang bervariasi meliputi kemampuan dan keahlian seorang individu yang didapat melalui proses pendidikan dan pengalaman.20 Jadi pengetahuan lebih dipengaruhi oleh tingkat pendidikan individu itu sendiri, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuannya akan bertambah.

            Hubungan tidak bermakna juga ditemukan antara pendidikan orang tua dengan sikap (p=0,215). Ditemukan pada pendidikan orang tua SMP mempunyai sikap baik (7,7%) lebih besar daripada responden dengan orangtua berpendidikan perguruan tinggi (4,8%), dan pendidikan SMA (3,9%). Sebagian besar responden dengan orang tua berpendidikan SMA mempunyai sikap kurang (62,7%), lebih besar daripada pendidikan SMP (53,8%) dan perguruan tinggi (57,1%).

            Hubungan antara pendidikan orang tua dengan perilaku pada penelitian ini juga tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,246) Ditemukan pada pendidikan SMA mempunyai perilaku baik lebih banyak (9,8%), daripada pendidikan SMP (7,7%) dan perguruan tinggi (4,8%). Perilaku sedang ditemukan lebih besar pada pendidikan perguruan tinggi (69%), daripada SMA (54,9%) dan SMP (53,8%).

            Hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa orang tua berpendidikan tinggi tidak menjamin sikap dan perilaku anak. Hal ini dikarenakan kareana adanya faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku, yaitu budaya, keluarga, serta paparan terhadap sumber informasi.21 Selain itu kebiasaan juga dapat mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku.22

 

5.2.4.  Pekerjaan orang tua

            Pada hubungan antara pekerjaan orangtua dengan pengetahuan tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,312). Ditemukan pada orangtua yang bekerja, responden dengan  pengetahuan baik lebih besar (63,6%) daripada yang tidak bekerja (55,6%). Namun hal ini tidak bermakna karena sebagian besar responden memiliki orang tua yang bekerja (83%).

            Hubungan tidak bermakna ditemukan antara pekerjaan orangtua dengan sikap tentang perilaku seks aman (p=0,078). Pada orangtua bekerja ditemukan lebih sedikit responden mempunyai sikap baik (4,5%) daripada responden dengan orangtua tidak bekerja (5,6%). Sikap kurang lebih banyak ditemukan pada orangtua tidak bekerja (61,1%) daripada orang tua tidak bekerja (59,1%).

            Hubungan tidak bermakna juga ditemukan antara pekerjaan orangtua dengan perilaku (p=0,774). Perilaku baik ditemukan lebih besar pada responden dengan orang tua bekerja (8%) daripada tidak bekerja (5,6%). Perilaku sedang lebih banyak ditemukan pada responden dengan orang tua bekerja (61,4%) daripada tidak bekerja (55,6%).  

 

5.2.5  Tempat tinggal

            Berdasarkan hasil uji statistik, tidak didapatkan hubungan bermakna antara tempat tinggal responden dengan pengetahuan mengenai perilaku seks aman (p=0,609). Responden yang tinggal dengan orang tua lebih mempunyai pengetahuan baik (65,1%) daripada responden yang tidak tinggal dengan orangtua (50%). Namun ini tidak bermakna karena sebagian besar responden tinggal dengan orang tua (81,1%).

            Hubungan tidak bermakna ditemukan antara tempat tinggal responden dengan sikap (p=0,22). Responden yang tinggal tidak dengan orangtua mempunyai sikap baik lebih banyak (5%) daripada yang tinggal dengan orang tua (4,7%).

 

            Hubungan tidak bermakna juga ditemukan antara tempat tinggal responden dengan perilaku (p=0,31). Responden yang tinggal  dengan orangtua mempunyai perilaku baik lebih banyak (9,3%) daripada yang tidak tinggal dengan orang tua (0%). 

            Hal dapat terjadi, karena pengetahuan, sikap dan perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh  dimana tempat tinggal seseorang, tapi bagaimana seseorang berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggalnya, sehinga akan mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku.    

            Survey yang dilakukan oleh Synovate tahun 2005  pada remaja dari 4 kota di   Bandung, Jakarta, Medan, dan Surabaya, menunjukan remaja melakukan hubungan seks pertamakalinya di rumah.5

           

5.2.6. Sumber informasi

            Sumber informasi dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku responden tentang perilaku seks aman.  

            Berdasarkan hasil uji statistik, tidak didapatkan hubungan bermakna antara sumber informasi yang diperoleh responden dengan pengetahuan mengenai perilaku seks aman (p=0,646). Responden yang mengaku mendapat informasi dari orang tua sebanyak 37,7%, media massa sebanyak 20,8%, guru 19,8%,  petugas medis 13,2%, sisanya teman sebanyak 8,5%. Dari semua sumber informasi,  57,5% responden mengaku mendapat informasi paling berkesan dari media massa. Hal ini disebabkan media mempunyai pengaruh sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Persepsi pada akhirnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.22,23

           

5.3 . Hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku

 

            Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa 62,3% responden memiliki pengetahuan yang baik, 34,9% memiliki pengetahuan sedang, dan hanya 2,8% yang memiliki pengetahuan kurang.

            Sebanyak    4,7 % responden mempunyai sikap baik, 35,8% mempunyai sikap sedang, dan lebih dari setengah responden (59,4%) memiliki sikap kurang.

            Sebagian besar responden (60,4%) memiliki perilaku sedang, 32,1% memilki perilaku kurang, dan hanya (7,5%) responden yang memiliki perilaku baik.

            Pada awalnya peneliti menduga bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik akan memilki sikap dan perilaku yang baik, namun, dalam uji kemaknaan, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap (p=0,423).Dari data didapatkan bahwa responden yang dengan pengetahuan baik cenderung memiliki sikap kurang (59,1%). Hal ini mungkin terjadi, karena pengetahuan lebih banyak bergantung pada paparan informasi mengenai suatu hal. Dengan demikian, tingkat pengetahuan seseorang tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi didapatkannya informasi, seperti motivasi untuk mendapatkan informasi, serta akses terhadap berbagai sumber informasi yang ada.19 Sedangkan sikap adalah tanggapan berdasarkan hasil penalaran atau pengolahan terhadap informasi serta keyakinan yang ada. Jadi hubungan antara pengetahuan dengan sikap ditentukan oleh seberapa baik penalaran responden untuk memilah informasi mana yang benar dan mana yang tidak.19

            Antara sikap dan perilaku dalam penelitian ini tidak mempunyai hubungan yang bermakna (p=0,182). Dari data diketahui bahwa lebih dari setengah responden yang memiliki sikap baik memiliki perilaku yang sedang (60%). Pada responden yang memiliki sikap sedang mayoritas mempunyai perilaku sedang (71,1%), dan responden yang memiliki sikap kurang memiliki perilaku sedang (54%). Hal ini mungkin terjadi karena faktor perilaku adalah reaksi individu yang terwujud dalam gerakan, sikap badan dan ucapan. Selain sikap yang merupakan keyakinan pribadi, faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan juga sangat berperan dalam menentukan pola perilaku individu. Kondisi ini bisa saja terjadi pada responden, dikaitkan dengan usia responden yang tergolong remaja, dimana pada masa ini faktor lingkungan mempengaruhi pembentukan perilaku remaja.20 Dengan demikian, responden belum tentu mengetahui alasan dari yang tepat dari perbuatan yang dilakukan karena telah terbiasa dengan hal tersebut.

 

 

            Hubungan yang bermakna juga tidak ditemukan antara pengetahuan dan perilaku (p=0,635).  Responden yang memiliki pengetahuan baik mayoritas memiliki perilaku sedang (63,6%).  

            Dari data rekapitulasi jawaban, pada pertanyaan pengetahuan tentang hubungan seks aman, 94,3% responden menjawab berhubungan badan dengan kondom, ini dapat dikaitkan dengan pertanyaan sikap, dimana 80,2% responden menolak behubungan seks pra nikah dengan menggunakan kondom, sedangkan  pada pertanyaan perilaku 18,9% responden mengaku pernah berhubungan seksual sebelum menikah, dan seluruhnya menggunakan kondom pada saat berhubungan seks. Ini mencerminkan bahwa pengetahuan yang baik belum menjamin sikap dan perilaku yang baik.

 

5.4. Karakteristik Responden

            Distribusi usia responden telihat tidak merata dengan kelompok usia terbesar diatas 20 tahun, yaitu 20 tahun (26,4%) dan 21 tahun (26,4%), sedangkan sisanya 22 tahun (10,4%) dan 23 tahun (7,5%). Responden yang berusia dibawah 20 tahun yaitu usia 18 tahun  (6,6 %), dan 19 tahun (22,6%).

            Dari 106 responden yang terkumpul,didapatkan jenis kelamin yang mengisi kuisioner terbanyak adalah wanita sebanyak (51,9%), sisanya pria (48,1%).

            Pada sebaran menurut status pernikahan, didapatkan semua responden (100%) belum menikah.

            Dari data sebaran menurut tempat tinggal, diperoleh hasil 81,1% responden tinggal dengan orang tua, dan sisanya tidak tinggal dengan orang tua (18,9 %).

            Pada data sebaran menurut sumber informasi, 37,7% responden mengaku mendapat informasi tentang seks dari orangtua, 20,8% mendapat informasi dari media massa, 19,8% dari guru, 13,2% dari petugas medis, sisanya sebanyak 8,5% dari teman. Dari semua sumber informasi, tercatat 57,5% responden mengaku sumber informasi yang paling berkesan adalah dari media massa.

            Pada sebaran menurut tingkat pendidikan orang tua, didapatkan 48,1% responden memiliki orangtua dengan pendidikan terakhir SMU, sedangkan yang memiliki orangtua dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi sebanyak 39,6%, dan sisanya  SMP (12,3%).

            Dari data sebaran menurut pekerjaan orangtua, 83% responden memiliki orangtua bekerja, sedangkan sisanya tidak bekerja (17%).

 

 

 

 

 

                       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Musafaah, Pengetahuan dan sikap pemakaian kontrasepsi pada remaja putri “gaul” di parkir timur senayan Jakarta, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 2, No 2, Oktober 2007

Laurike Moeliono, Jender dan seksualitas serta dampaknya pada remaja perempuan di “tongkrongan” (pengamatan terhadap sebuah komunitas remaja di pinggiran jakarta), Majalah Kesehatan Perkotaan, Volume 10, No2 , 2003

Laurike Moeliono, Seksualitas dan Kesehatan reproduksi remaja, apa yang masih bisa kita lakukan?, Majalah Kesehatan Perkotaan, Volume 11, No1 , 2004

M. Eisenberg, “Differences in Sexual Risk Behaviors Between College Students With Same-Sex and Opposite-Sex Experience: Results from a National Survey,” Archives of Sexual Behavior, December, 2001, vol.30, no.6, pp. 575-89.

Puteri Fatia, 40 % Hubungan Seks Remaja Pertamakali di Rumah,
http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2005/bulan/01/tgl/26/time/164448/idnews/279472/idkanal/227, diakses tanggal 9 April 2008

http://www.aidsindonesia.or.id/index.php?Itemid=2&id=809&option=com_content&task=view, diakses tanggal 9 April 2008

Pardede N, Masa Remaja. Dalam : Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Sayitno H, Ranuh IGNG. Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakrta: Sagung Seto:2002, hal. 138-66

http:situs.mitrainti.org/krr/referensi5.htm, diakses tanggal 9 April 2008

http://www.situs.kessrepro.info/krr, diakses tanggal 9 April 2008

Iwan Purnawan Skep, Seksualitas, http:// www.google.com, diakses tanggal 9 April 2008

http:// www.google.com/Ayo Hindari HIV/AIDS, diakses tanggal 9 April 2008

http:// www.google.com/Safe Sex,  diakses tanggal 9 April 2008

http://www.google.com/sumber: Kompas Cyber Media, Jumat, 28 Januari 2005, survei: “Remaja Indonesia Punya Pengalaman Seks Sejak Usia 16”/remaja kesrepro.info

http://www.gooogle.com/http://www.detiknews.com/indekfr.php.http://www.kaskus.com22,6% Remaja Indonesia Penganut Seks Bebas”

http://www.makalah_kespro_solo.com/krr, diakses tanggal 9 April 2008

Affandi B. Kontrasepsi, dalam : Wiknjosastro H, Saifudin A, Rachimhadhi T, editors. Ilmu Kebidanan, Ed 3. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 2002. p905-33

Condom History, effectiveness and testing, http://www.avert.org/condoms.htm, diakses tanggal 9 April 2008

 Jender dan HIV AIDS, http://www.eldis.org/gender/dossiers/prevalencewomen.htm,, diakses tanggal 30 April 2008

Anonim. Knowledge. http://en.wikipedia.org/wiki/knowledge, diakses tanggal 1 Mei 2008. 

Notoatmodjo Soekidjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.2003

The Medical Journal of Australia. Supplement: essential role of fats troughout the lifecycle. The role of fats in the lifecycle stages the primary school years. Edisi 2002. Diakses dari : http:// www.mja.com.au/public/issues/176_11_130602?s115-s116.html. Tanggal 30 April 2008

Sofa H. Pendekatan Konsep Ilmu, Teknologi dan Masyarakatdalam Pembelajaran IPS di SD. 2008 Feb 2007, diakses dari http://massofa.wordpress.com/2008/02/07, tanggal 29 April 2008

Nul Hakim, Lukman. Pengaruh media terhadap kognisi Anak. 2006. Diunduh dari http://psiko-indonesia.blogspot.com, diakses tanggal 30 April 2008.

 

 

 

One Response to “pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) remaja jakarta tentang sex aman dan faktor yang berhubungan”

Leave a comment